Sabtu, 30 April 2016

SLiMS (Senayan Library Management System)

 
SLIMS adalah perangkat lunak sistem manajemen perpustakaan (library management system) sumber terbuka yang dilisensikan di bawah GPL v3. Aplikasi ini pertama kali dikembangkan dan digunakan oleh Perpustakaan Kementerian Pendidikan Nasional, Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat, Kementerian Pendidikan Nasional. Aplikasi SLIMS dibangun dengan menggunakan PHP, basis data MySQL, dan pengontrol versi Git. Pada tahun 2009, SLIMS mendapat penghargaan tingkat pertama dalam ajang INAICTA 2009 untuk kategori open source.

Ketika dirilis pertama kali, SLIMS baru diunduh 704 kali. Angka ini melonjak menjadi 6.000 kali lebih pada Desember 2007 dan 11 ribu lebih Januari 2008. Adapun pada Oktober lalu program itu sudah diunduh hampir 27 ribu kali. Dengan demikian, total sudah 250 ribu kali lebih program itu diunduh. Saat ini SLIMS telah digunakan luas oleh berbagai perpustakaan, baik di dalam maupun luar negeri.

1.2 Sejarah Pengembangan

    Senayan pertama kali digunakan di Perpustakaan Departemen Pendidikan Nasional. Pengembangan Senayan dilakukan oleh SDC (Senayan Developers Community). Di koordinir oleh Hendro Wicaksono, dengan Programmer Arie Nugraha, dan Wardiyono. Sementara dokumentasi dikerjakan oleh Purwoko, Sulfan Zayd, M Rasyid Ridho, dan Arif Syamsudin. Pada Januari 2012, developer SLiMS bertambah 2 orang, yaitu: Indra Sutriadi Pipii (Gorontalo) dan Eddy Subratha (Jogjakarta). Selain itu, ada pula programmer Tobias Zeumer, dan Jhon Urrego Felipe Mejia. Situs resmi SLiMS, saat ini ada di http://slims.web.id.
         Menurut Hendro Wicaksono dan Arie Nugraha, anggota tim pengembang Senayan, program manajemen perpustakaan ini pertama kali dikembangkan pada November 2006. Waktu itu, para pengelola Perpustakaan Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta tengah kebingungan karena program manajemen perpustakaan Alice habis masa pakainya. Alice adalah perangkat lunak bikinan Softlink sumbangan Pusat Kebudayaan Inggris, British Council.
       Departemen tak memiliki anggaran untuk memperpanjang masa pakai Alice. Selain itu, Alice adalah produk tidak bebas (proprietary) yang serba tertutup. Staf perpustakaan sulit mempelajari program tersebut. Alice bahkan tak dapat dipasang di server atau komputer lain, sehingga tidak dapat didistribusikan ke perpustakaan di lingkungan departemen tersebut.
       Hendro lantas mengusulkan ke Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat, yang memayungi perpustakaan di departemen itu, untuk membuat program baru sebagai pengganti Alice. ”Karena awalnya dikembangkan dengan uang negara, harus bisa diperoleh secara bebas oleh masyarakat,” katanya. Software baru itu kemudian dikembangkan dengan General Public License, sistem perizinan yang lazim digunakan dalam perangkat lunak berbasis sumber terbuka. Perizinan ini mensyaratkan agar software tersebut harus dapat digunakan, dipelajari, diubah, dan didistribusikan ke pihak lain secara bebas.
         Secara bersamaan, tapi ketika pengunjung sedang ramai, para pustakawan cenderung memakai Alice. Akhirnya kami matikan Alice sama sekali, dan mereka terpaksa hanya memakai Senayan,” kata Hendro. Seperti yang mereka perkirakan sebelumnya, beberapa kegagalan terjadi ketika program itu dijalankan. Arie, yang bertugas menjaga kelancaran migrasi itu, mendapat keluhan bertubi-tubi dari para pengguna dan harus langsung memperbaiki program itu. ”Bugs (gangguan pada program) memang masih banyak pada program awal ini,” kata Arie, yang kini menjadi dosen teknologi informasi di almamaternya, Universitas Indonesia.
         Pada awalnya Hendro dan Arie Nugraha, pustakawan lain di sana, mencari perangkat lunak yang sudah jadi, tapi terbentur sejumlah masalah. Beberapa peranti lunak, seperti PHP MyLibrary dan OpenBiblio, ternyata kurang serius menerapkan prinsip pengembangan aplikasi dan basis data. Dalam basis data yang bagus, misalnya, tabel pengarang dan buku harus terpisah. ”Nah, software yang ada waktu itu menggabungkan keduanya, sehingga tabel itu jadi lebih rumit karena memuat data pengarang 1, pengarang 2, dan seterusnya,” kata Hendro.
         Teknologi yang digunakan dalam software itu pun umumnya memakai bahasa pemrograman Perl dan C++ yang relatif lebih sulit dipelajari oleh para pustakawan departemen yang tak punya latar belakang ilmu teknologi informasi. Selain itu, beberapa perangkat lunak tersebut sudah tidak aktif atau lama sekali tidak muncul versi terbarunya. Dengan berbagai pertimbangan itu, mereka memutuskan membuat perangkat lunak yang baru sama sekali dengan memanfaatkan bahasa pemrograman PHP dan basis data MySQL, yang mereka pelajari secara otodidak. ”Kami semua berlatar belakang pustakawan. Kebetulan kami suka pada teknologi informasi dan sama-sama mempelajarinya,” kata Arie.
        Karena awalnya dikembangkan di perpustakaan yang berlokasi di kawasan Senayan dan nama itu dirasa cocok dan punya nilai pasar yang bagus, aplikasi sistem perpustakaan itu pun dinamai seperti tempat kelahirannya. Senayan berukuran kecil dan sangat mudah dipasang di komputer, baik yang memakai sistem operasi Linux maupun Windows. ”Besar seluruh file program, termasuk program Linux, kurang dari 1 gigabita,” kata Arie saat menjaga gerai Senayan di pameran Global Conference on Open Source di Hotel Shangri-La Jakarta, 27 Oktober lalu.
        Meski dibangun di atas platform GNU/Linux, Senayan bisa berjalan hampir di semua sistem operasi komputer, termasuk Windows dan Unix. Untuk memudahkan interaktivitas pengguna, aplikasi ini juga memakai teknologi AJAX (Asynchronous JavaScript and XML) untuk tampilannya di peramban. Beberapa software bersumber terbuka lain juga dipasang di Senayan untuk memperkaya fiturnya, seperti genbarcode untuk pembuatan barcode, PhpThumb untuk menampilkan gambar, dan tinyMCE untuk penyuntingan teks berbasis web. Yang terpenting, Senayan dirancang sesuai dengan standar pengelolaan koleksi perpustakaan, misalkan standar pendeskripsian katalog berdasarkan ISBD yang juga sesuai dengan aturan pengatalogan Anglo-American Cataloging Rules. Standar ini umum dipakai di seluruh dunia. ”Karena yang mengembangkan adalah para pustakawan, kami berani menjamin bahwa aplikasi ini sesuai dengan standar yang dibutuhkan pustakawan di dalam dunia kerjanya,” kata Hendro.
      Untuk mengembangkan Senayan, Hendro dan Arie mengajak anggota di mailing list ISIS (ics-isis@yahoogroups.com) -- kelompok diskusi para pustakawan pengguna perangkat lunak manajemen perpustakaan milik UNESCO. Beberapa pustakawan lain menanggapi rencana mereka, bahkan turut membantu mengembangkan peranti lunak itu. Jadilah Senayan versi beta yang hanya beredar di kalangan pustakawan di kelompok diskusi itu. Merekalah yang menguji dan kemudian memperbaiki bolong-bolong dalam program tersebut. Akhirnya, setelah program itu dirasa cukup stabil, Senayan dirilis ke publik pada November 2007, bertepatan dengan ulang tahun Perpustakaan Departemen Pendidikan Nasional yang ketiga.
       Sebenarnya Senayan belum sempurna saat itu, tapi Hendro merasa bahwa program ini harus segera digunakan, terutama agar pustakawan di kantornya terbiasa dengan program baru ini dan mempercepat migrasi dari Alice. ”Semula kami pakai program Senayan dan Alic.
      Tiga bulan berikutnya, Hendro mengundang beberapa pustakawan yang aktif di mailing list ISIS untuk menghadiri Senayan Developer’s Day—acara perekrutan tenaga pengembang program itu. Dari acara tersebut, terpilihlah empat nama: Purwoko, pustakawan Fakultas Geologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta; Wardiyono, programer sebuah organisasi lingkungan; Sulfan Zayd, pustakawan di Sekolah Mentari; dan Arif Syamsudin, pustakawan di Sekolah Internasional Stella Maris. Selama tiga hari para pustakawan terpilih itu berkumpul dan berkonsentrasi dalam penambahan fitur, perbaikan, dan pembaruan dokumen Senayan. Hasilnya, mereka meluncurkan Senayan versi yang lebih stabil dan dokumen program. Maret tahun berikutnya mereka berkumpul kembali dengan kegiatan yang sama.
        Belakangan ini, mereka mendapat bantuan dari Tobias Zeumer, programer di Jerman. Zeumer mengganti program multibahasa Senayan dengan PHP Gettext, standar program multibahasa di lingkungan peranti lunak sistem terbuka. ”Dia peduli pada pengembangan Senayan dan salah satunya adalah menambahkan fitur bahasa Jerman pada Senayan,” kata Hendro. Selain terus memperkaya Senayan, tim pengembang terus membuat paket program untuk memudahkan pemasangan. Paket yang disebut Portable Senayan (psenayan) ini berisi program Senayan, Apache (program untuk server), PHP, dan MySQL. Pengguna tinggal mengopi, mengekstrak, dan langsung menggunakannya pada komputer atau server masing-masing.
        Ketika dirilis pertama kali, Senayan baru diunduh 704 kali. Angka ini melonjak menjadi 6.000 kali lebih pada Desember 2007 dan 11 ribu lebih Januari 2008. Adapun pada Oktober lalu program itu sudah diunduh hampir 27 ribu kali. Dengan demikian, total sudah 250 ribu kali lebih program itu diunduh.
      Karena dapat diunduh secara bebas, Hendro dan kawan-kawan tak tahu persis berapa banyak pengguna aplikasi ini. Tapi sedikitnya ada sekitar 218 perpustakaan dan lembaga lain yang mengaku memakai Senayan, seperti Pusat Studi Jepang UI, Perpustakaan Kedokteran Tropis UGM, Sekolah Indonesia-Kairo di Mesir, Perpustakaan Indonesian Visual Art Archive, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Rumah Sakit M.H. Thamrin Cileungsi, Institut Bisnis dan Informatika Indonesia, serta Perpustakaan Umum Kabupaten Pekalongan.
      Senayan kini sudah berkembang jauh. Ia tak hanya menampilkan data buku, tapi juga dapat menampilkan gambar, suara, buku elektronik, dan bahkan video. Hendro dan timnya juga sedang mengembangkan agar setiap server pengguna Senayan dapat saling ”bicara”, sehingga nanti dapat dibangun sebuah gerbang pencarian data buku dalam jaringan yang dapat menelusuri semua katalog. ”Nanti akan ada sebuah gerbang agar pencarian buku cukup melalui satu situs saja,” kata Arie.

1.2 Fitur-fitur SLIMS

  • Online Public Access Catalog (OPAC) dengan pembuatan thumbnail yang di- generate on-thefly.
  • Thumbnail berguna untuk menampilkan cover buku.
  • Mode penelusuran tersedia untuk yang sederhana (Simple Search) dan tingkat lanjut (Advanced Search)
  • Detail record juga tersedia format XML (Extensible Markup Language) untuk kebutuhan web service.
  • Manajemen data bibliografi yang efisien meminimalisasi redundansi data.
  • Manajemen masterfile untuk data referensial seperti GMD (General Material Designation), Tipe Koleksi, Penerbit, Pengarang, Lokasi, Supplier, dan lain-lain.
  • Sirkulasi dengan fitur: Transaksi peminjaman dan pengembalian, Reservasi koleksi, Aturan peminjaman yang fleksibel, Informasi keterlambatan dan denda.
  • Manajemen keanggotaan.
  • Inventarisasi koleksi (stocktaking)
  • Laporan dan Statistik
  • Pengelolaan terbitan berkala
  • Dukungan pengelolaan dokumen multimedia (.flv,.mp3) dan dokumen digital. Khusus untuk pdf dalam bentuk streaming.
  • Beragam format bahasa termasuk bahasa yang tidak menggunakan penulisan selain latin.
  • Menyediakan berbagai bahasa pengantar (Indonesia, Inggris, Spanyol, Arab, Jerman).
  • Dukungan Modul Union Catalog Service.
  • Counter Pengunjung perpustakaan.
  • Member Area untuk melihat koleksi sedang dipinjam oleh anggota.
  • Modul sistem dengan fitur: Konfigurasi sistem global, Manajemen modul, Manajemen User (Staf Perpustakaan) dan grup, Pengaturan hari libur, Pembuatan barcode otomatis, Utilitas untuk backup.

1.3 SLiMS 8 Akasia dirilis di SLiMS Commeet 2015 Malang

            SLiMS versi terbaru, yaitu versi 8 (Akasia) telah dirilis. Berbagai perubahan radikal muncul pada rilis Akasia kali ini. Selain dari sisi tampilan OPAC dan admin, beberapa penambahan fitur juga mengiringi rilis Akasia. Kebutuhan interaksi antara pemustaka dan pustakawan diwadahi dalam fitur web chat. Kebutuhan interoperabilitas MARC dibungkus dengan fitur eksport to MARC.
         Pustakawan dapat menikmati panduan SLiMS tidak lagi harus membuka dokumen terpisah, namun dengan bermasis Markdown (.md), manual SLiMS dapat dibaca langsung pada aplikasi. Hal ini memudahkan pustakawan untuk melihat "contekan" ketika menemukan kesulitan dalam mengoperasikan SLiMS. Fitur yang sangat mendukung para peneliti terkait pengutipan, berbentuk tampilan format style daftar pustaka yang dapat dicopi oleh pemustaka dengan mudah di SLiMS. Isu teranyar dunia perpustakaan, RDA (Resources Descriotion and Access) pun muncul pada rilis Akasia ini. Penasaran? silakan unduh dan nikmati berbagai perubahan SLiMS Akasia. Semuanya dapat diperoleh secara GRATIS dengan berbagai kemerdekaan, sebagaimana kebebasan dalam GPL v.3.

JENIS-JENIS PEKERJAAN DI INDUSTRI PENERBITAN BUKU


Buat kamu yang suka baca (dan juga nulis), bekerja di sebuah industri penerbitan pasti akan terasa sangat menyenangkan. Karena kita akan melakukan berbagai pekerjaan yang sesuai dengan minat. Nah, jika sekarang kamu menginginkan bisa bergabung ke dalam tim di sebuah penerbitan, tentunya hal pertama yang harus di ketahui adalah jenis-jenis pekerjaan apa saja yang tersedia di sana. Sekarang akan di bahas berbagai jenis pekerjaan yang ada dalam industri penerbitan.

Sebenarnya, penerbitan sama halnya dengan industri lain. Selain direktur atau pimpinan perusahaan yang bertugas mengatur laju perusahaan dan departemen di bawahnya, bagian-bagian yang idealnya ada dalam sebuah industri (penerbitan dan industri lain) adalah formasi untuk: 


1.   Sekretaris
Tugas sekretaris di penerbitan relatif sama dengan sekretaris di industri pada umumnya: mengurus surat masuk dan keluar, melakukan kegiatan administratif, membuat catatan meeting redaksi, dan seterusnya. Yang membedakan dengan industri lain adalah tugasnya mengurus surat kerja sama penerbitan buku antara penulis dengan penerbit. Terkadang, di beberapa penerbit, sekretaris juga bertugas mengarsip naskah-naskah masuk, baik yang dikirim melalui email maupun printed out. Namun, di penerbitan yang lain tugas ini menjadi tanggung jawab editor akuisisi. Sekretaris bertanggung jawab secara langsung kepada pimpinan perusahaan.


2.  Keuangan
Tugasnya sama dengan bagian keuangan pada umumnya; mengatur arus kas, membuat
laporan penjualan, mengatur gaji karyawan, dan seterusnya. Tentu saja yang membedakan
dengan industri lain adalah tugasnya menghitung dan membayar royalti penulis.

3.   Personalia
Bagian ini juga relatif sama dengan industri lain: mengurus karyawan, dari mulai absensi, hak cuti, memberikan surat peringatan, dan seterusnya.

4.   Pemasaran (Marketing)
Sama halnya dengan marketing di industri lain, tugas marketing adalah memasarkan barang (dalam hal ini buku) agar lebih banyak diketahui orang, kemudian dibeli.  Di sebuah penerbitan, marketing biasanya juga punya “suara” apakah sebuah buku layak terbit atau tidak disesuaikan dengan selera pasar ataupun target marketnya. Dalam hal ini, editor akuisisi biasanya akan presentasi tentang sebuah naskah yang menurutnya layak terbit di depan bagian lain, termasuk bagian marketing.  Di zaman serba digital seperti ini, tentunya tugas marketing semakin beragam, misalnya: membuat rencana promo buku di sosial media, merencanakan program-program yang dijalankan online, dan lain-lain.

5.   Produksi
Bagian produksi biasanya dipimpin oleh seorang yang disebut kepala produksi, dia bertanggung jawab penuh pada jadwal cetak buku serta hasil cetakannya (apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum). Kepala produksi akan menjadi quality control atas hasil cetakan buku-buku penerbitannya. Bagian produksi juga biasanya jadi satu dengan artistik yang bertugas membuat cover dan atau me-layout naskah. Jika penerbitan tersebut punya mesin cetak sendiri, kepala produksi biasanya juga bertugas memimpin pegawai-pegawai di percetakan.

6. Distribusi
Bagian ini bertugas mendistribusikan buku-buku yang sudah selesai dicetak. Dia akan berhubungan dengan toko-toko buku konvensional dan juga toko buku online. Dia juga bertugas memastikan bahwa stok buku di gudang penerbit cukup aman sehingga tidak kehabisan stok jika ada toko yang melakukanrepeat order. Jika stok buku sudah mulai sedikit, dia harus melaporkan kepada kepala produksi agar dipertimbangkan untuk segera cetak ulang. Sebaliknya, jika buku di gudang terlalu banyak, dia akan berdiskusi dengan bagian marketing untuk membuat event-event tertentu agar stok buku cepat berkurang.
Itulah enam bagian di industri buku yang tugas dan fungsinya hampir sama dengan industri lainnya. Dalam sebuah penerbit yang sudah besar, keenam bagian tersebut punya sub-bagian lagi, misalnya Kepala Bagian Keuangan yang membawahi: penjualan, pembelian, accounting, dan lain-lain. Ataupun Manajer Marketing yang membawahi: promosi, sales, digital marketer, dan lain-lain. Ada juga penerbit yang menambahkan bagian artistik menjadi sebuah departemen sendiri. Namun, di beberapa penerbit bagian artistik juga terkadang masuk dalam bagian redaksional.
Masih ada satu bagian yang paling membedakan dengan industri lain, yaitu: REDAKSI. Bagi penerbitan yang sudah berskala besar, redaksi akan di bagi menjadi dua, yaitu: redaksi fiksi dan redaksi nonfiksi. Masing-masing dipimpin oleh seorang yang disebut kepala redaksi fiksi dan kepala redaksi nonfiksi. Tugas para kepala ini adalah mengatur dan memastikan bahwa semua pekerjaan sesuai dengan yang direncanakan, bertindak sebagai penghubung antara editor dengan bagian-bagian lain di perusahaan, dan seterusnya.
Kepala redaksi membawahi berbagai macam editor dengan tugas yang berbeda-beda. Sebelum kita masuk tentang macam-macam jenis editor, mari kita flash back terlebih dahulu tentang dunia penyuntingan atau dunia editing ini.
Editor ada dalam dunia penerbitan buku di Indonesia sudah ada sejak 1890. Waktu itu, pekerjaan penyuntingan ini tidak dilakukan oleh pribumi, tapi oleh orang Belanda dan Tionghoa. Pendidikan editing di Indonesia sendiri baru ada sampai setingkat D3, bermula tahun 1980-an di Universitas Padjadjaran Bandung dengan program studi “Editing” serta program studi “Penerbitan” di Politeknik Negeri Jakarta.
Tidaklah mengherankan kalau editor-editor sekarang banyak yang belajar secara outodidak karena memang belum pupulernya program studi editing ini. Sepengetahuan saya, belum ada tingat S1 untuk jurusan penyuntingan/editing (cmiiw). Pada perkembangannya, pekerjaan editor banyak didominasi lulusan sastra karena dianggap paling “dekat” dengan program studi editing. Tentu saja, selain karena program studi editing biasanya masuk dalam Fakultas Sastra, juga karena di jurusan sastra (terutama sastra Indonesia) juga ada mata kuliah yang mempelajari tata bahasa, kesusastraan, dan lain-lain.

Namun, seiring berkembangnya zaman, dunia editing tidak melulu dihuni oleh lulusan sastra. Hal ini bukanlah sebuah kemunduran atau sebaliknya, menurut saya hal ini wajar-wajar saja, karena pada dasarnya kaidah kebahasaan, EYD, dan tata bahasa bisa dipelajari. Yang lebih dibutuhkan di dunia editor menurut adalah pengetahuan yang luas dan juga kepekaan terhadap bahasa. Berikut  adalah jenis-jenis pekerjaan di bagian redaksi sebuah penerbitan:


1.   Pimpinan Redaksi (Editor in Chief)
Bertugas mengelola bagian editorial: merancang tema buku yang akan diterbitkan, membuat dan memastikan skedul penerbitan buku sesuai jadwal, memberi keputusan berkaitan dengan editorial, dan mengatur bagian-bagian di bawahnya.

2.   Redaktur Pelaksana (Managing Editor)
Managing Editor merupakan wakil dari editor in chief, bertugas memastikan bahwa semua rencana yang berkaitan dengan bagian redaksi bisa terlaksanan sesuai yang direncanakan.

3.   Senior Editor
Senior editor atau biasa disebut dengan “editor” saja, bertugas melakukan penyuntingan substantif terhadap sebuah naskah yang siap terbit. Editor juga bertugas memberi saran atas perwajahan (cover) buku yang diedit. Selain itu, dia juga biasanya membuat sinopsis buku yang akan diletakkan di back cover. Bersama editor akusisi, editor juga bertugas mencari naskah untuk diterbitkan.

4.   Editor Akuisisi (Acquisition editor)
Editor akusisi bertugas menyeleksi naskah-naskah masuk dan memberi keputusan apakah naskah tersebut layak terbit atau tidak. Editor akuisisi akan banyak berhubungan dengan penulis, karena dia adalah “orang pertama” yang disapa penulis ketika mengirimkan naskah. Editor akuisisi juga bertanggung jawab terhadap stok naskah siap terbit, jadi jika stok naskah semakin sedikit, dia juga bertanggung jwab untuk mencari naskah.   

5.   Pemeriksa Aksara (Copy Editor)
Copy editor biasa disebut dengan proof reader ataupun sering disebut dengan pemeriksa aksara. Copy editor bertugas melakukan tugas teknis pengeditan berupa perbaikan dan pemeriksaan naskah sesuai kaidah yang berlaku. Pekerjaan copy editor meliputi: memeriksa kesalahan penulisan (tanda baca, ejaan, dsb), memeriksa konsistensi dalam penulisan, memeriksa apakah semua bagian dalam buku yang diedit sudah sesuai dengan fakta terbaru atau belum (untuk buku nonfiksi), dan seterusnya. 

6.   Right Editor
Right editor bertugas mengurus hal-hal yang berkaitan dengan hak cipta, International Standard Book Number (ISBN), Katalog Dalam Terbitan (KDT), dan hal-hal yang berkaitan dengan hukum lainnya, seperti misalnya berhungan dengan penerbit utama ketika penerbitannya akan menerjemahkan buku luar.

7.   Picture Editor
Editor ini bertugas melakukan urusan visual grafik dalam sebuah buku yang akan diterbitkan, meliputi: lukisan, tabel, foto, diagram, dll. Dia meneliti apakah ukuran tabel sudah sesuai, desain sudah bagus,setting sudah cocok, sampai memilih kertas agar hasil cetakannya sesuai dengan yang diharapkan.  

Itulah tujuh posisi yang ada pada bagian redaksi sebuah penerbitan. Posisi tersebut mengacu pada penerbitan-penerbitan yang ada di negara maju yang pembagian tugasnya sudah jelas. Idealnya seperti itu, tentu saja masing-masing penerbit punya alasan tersendiri akan memakai atau menggabungkan bagian editor mana saja, disesuaikan dengan kebutuhannya.

CARA MUDAH MEMBUAT EBOOK PDF


Pengertian E-Book
Ebook atau elektronik book (atau juga digital book) atau mudah disebutnya dengan buku elektronik adalah cara mudah membaca layaknya sebuah buku yang biasa kita baca ada halaman, bab nomor halaman dan sebagainya, bagi yang hobby baca dan juga hobby utak atik PC/Laptop tentunya bisa satu paket digandeng dengan E-book ini jika kawan-kawan mau kreatif sedikit untuk membuatnya, karena Ispring kinetik ini memiliki banyak kelebihan, selain tampilan interface dan user friendly kelebihan lainnya aplikasi buku elektronik ini sangat mudah dan nyaman dibaca layaknya buku konkrit yang biasanya kita baca di perpustakaan, dirumah sambil tidur-tidur an dan berbagai macam kegiatan kosong kita diisi dengan membaca.
E-book juga sebagai evolusi dari buku cetak yang biasa kita baca sehari-hari. Dibandingkan dengan pendahulunya, e-book menawarkan berbagai macam manfaat yang memudahkan kita menimba ilmu dan menambah wawasan. E-book adalah buku elektronik yang bisa disimpan dengan mudah di perangkat elektronik kita. Kapasitas memori sebesar 1 GB sekalipun bisa memuat ratusan e-book. Jika kita punya ratusan buku cetak, sudah pasti kita butuh rak buku yang cukup besar untuk menyimpannya. E-book kini sudah semakin mudah didapat dan diakses. Apalagi untuk keperluan pendidikan. E-book adalah buku yang dipublikasikan dalam format digital berisi tulisan, gambar, yang dapat dibaca memalui perangkat komputer atau perangkat digital lainnya.
E-book ini biasanya merupakan salah satu format alternatif dari buku cetak. Ada banyak kelebihan e-book yang tidak dimiliki buku cetak. Buku elektronik adalah bagian dari gaya hidup modern yang didukung perangkat elektronik. Di Amerika Serikat, kehadiran e-book semakin menggeser buku cetak. Ebook pada dasarnya sama seperti sebuah buku biasa yang terdiri dari rangkaian kalimat dan beberapa gambar sebagai penjelas tulisan. Naskah buku dibuat menggunakan software pengolah kata, lalu dibuat layout dan selanjutnya dicetak di percetakan. Sama halnya dengan membuat buku, naskah yang akan dijadikan ebook dibuat menggunakan software pengolah kata, lalu buat layout dan di “cetak” dalam bentuk digital. Jadi tulisan apapun apabila di ketik menggunakan software pengolah kata (CorelDRAW, MS Word, Notepad, Worpad, Pagemaker, dsb).
Cara membuat ebook bisa anda buat dengan berbagai format, dan kebanyakan ebook yang beredar sering berformat pdf dan exe. Pasti anda mengira bahwa software pembuat ebook tersebut harganya mahal. Iya betul kalau software adobe acrobat harganya mahal, tapi kita masih mempunyai banyak pilihan yaitu software lain yang memberikan layanan secara gratis. Cara membuat ebook dengan software berlabel gratisan tersebut tidak kalah kualitasnya dengan yang berbayar meskipun ada fasilitas pendukung yang tidak dipunyai dari software gratisan. Caranya pun terbilang mudah tinggal di convert ke format yang anda inginkan yaitu ke format pdf dan exe. Dalam belajar bisnis internet ini kita harus mengetahui banyak software pendukung.
Cara Mudah Membuat Ebook PDF adalah solusi bagi anda yang berencana akan membuat ebook dengan format PDF. Cara memakai software ini terbilang mudah, setelah anda mendownload software ini, seperti biasa anda menulis di MS Word, setelah anda selesai menulis, kemudian masuk ke menu print kemudian setelah masuk menu print anda ganti “name print” dengan primopdf. Software ini menyediakan fasilitas proteksi berupa password. Format PDF mendukung semua objek bisa teks, gambar atau vektor. Format ini banyak digunakan untuk file-file yang di download dari internet. Kita mungkin sering menggunakan atau melihat file-file yang teks yang menggunakan format PDF. Format PDF tidak hanya untuk teks saja tapi bisa juga untuk format gambar. Pada tutorial membuat file PDF kali ini lebih mudah. Sistemnya sama dengan ketika kita menyimpan dokumen seperti biasanya yang membedakan adalah type file yang kita gunakan. Format file PDF memiliki keunggulan seperti format file yang konstan dan relatif lebih sulit untuk dimodifikasi. Keunggulan inilah yang membuat beberapa penerbit ebook mempertimbangkan penggunaan format file ini daripada format file lain seperti Word. Tentu sebuah ebook yang memiliki hak cipta tidak boleh diubah sebagian atau seluruhnya tanpa ijin penerbit karena merupakan pelanggaran hak cipta. Pelanggaran hak cipta berupa penjiplakan juga dapat dihindari dengan mengunakan format file ini.
File ini bisa dibuka dalam semua sistem operasi komputer seperti Windows, Macintosh, Linux, yang penting ada program pembukannya yaitu Adobe Reader. Format .pdf mempunyai cara konversi yang baik sehingga file yang dihasilkan sangat kecil dengan kualitas yang bagus. Dalam Adobe sendiri menyimpan file dalam format .pdf sama halnya dengan menyimpan file dalam format .psd (file Photoshop), jadi kita bisa mengeditnya apabila dibutuhkan. Karena file dengan ekstensi .pdf  bisa dibuka dalam berbagai sistem operasi komputer, makanya sangat cocok apabila dijadikan sebuah ebook. Namun agar bisa menjalankan tips ini kita memerlukan tool ad in pada microsoft word 2007. Lain hal nya kalau anda menggunakan word 2010, maka sudah tidak perlu lagi add in seperti ini, karena word 2010 sudah memiliki fitur tersendiri untuk menyimpan dokumen ke file PDF. 
1. Silakan anda download dulu Add In Microsoft Save as PDF or XPS di sini.
2. Install program tersebut sampai selesai (tidak memerlukan waktu lama)
3. Silakan anda jalankan microsoft word 2007 dan ketiklah dokumen.
4. Simpan dengan klik button office kemudian klik Save as atau tekan tombol F12
5. Beri nama dokumen anda 
6. Pada Save as Type silakan anda pilih PDF (lihat gambar di bawah ini)
7. Klik Save


Selesai, kini anda sudah memiliki file PDF. Dengan cara ini kita bisa lebih mudah dalam membuat ebook dalam format PDF. Silakan berkarya yang sebaik-baiknya sehingga ebook PDF anda memberikan manfaat kepada para pembacanya. Kalau ebook anda benar-benar berkualitas dan memberikan manfaat, banyak orang yang bersedia membeli ebook anda. Mengapa mereka rela mengeluarkan uang hanya untuk membeli beberapa file PDF? Karena mereka tahu bagaimana cara menghargai sebuah hasil karya intelektual. Membeli tidak harus berbentu barang fisik, barang digital dalam bentuk file pun mereka bersedia membayarnya.

1.      Open Office – Dengan software Open Office Anda bisa membuat ebook PDF.
2.      Instantebookpublishing.com – Anda bisa melihat video tutorial bagaimana cara membuat ebook PDF dengan Open Office.
3.      Adobe Reader – Anda bisa mendownloadnya secara gratis untuk membaca ebook PDF yang telah anda buat.
4.      Membuat ebook PDF dari awal hingga akhir hanya memerlukan waktu kurang dari 2 jam saja.

1)     E-book Lebih Praktis dan Mudah Dibawa

Jika anda ingin membaca e-book dimanapun anda berada, anda cukup menyalakan perangkat elektronik anda (entah itu smartphone, tablet, atau e-book reader). Selama anda memegang perangkat elektronik itu, anda bisa membawa ratusan bahkan ribuan buku elektronik dengan mudah. E-book adalah buku digital sehingga tidak memerlukan wadah penyimpanan dalam bentuk fisik.
           2)      E-book Ramah Lingkungan
Buku cetak bisa menghabiskan banyak sekali pohon yang kita perlukan untuk menjaga keseimbangan kehidupan di bumi ini. Jika semua pohon habis ditebang untuk membuat buku cetak, tentunya kita sendiri akan merugi. Sebaliknya, e-book tidak memerlukan pohon karena bentukya digital. E-book bisa disalin sebanyak yang Anda suka hanya dengan mengklik tombol “copy” di perangkat elektronik. Sementara itu, pencetak buku membutuhkan ratusan lembar kertas hanya untuk membuat satu salinan buku.
           3)      E-book Tahan Lama
E-book adalah buku yang tahan lama atau bahkan abadi (everlasting). Ia tak akan mudah rusak dimakan usia. Berbeda dengan buku cetak yang makin lama akan makin menguning dan rusak. Selama data kita tidak terserang virus, dan hal ini bisa dicegah dengan penggunaan computer yang hati-hati dan pemasangan software anti virus, maka e-book kita akan tetap bagus kondisinya meski usianya sudah puluhan tahun. Bandingkan dengan buku, yang mudah rusak, sobek, hilang, tulisannya pudar dan berjamur bila usia buku sudah tahunan.

4)      E-book Lebih Simple

E-book dinilai lebih simple untuk dibawa dan disimpan, dibandingkan dengan buku cetak. Dengan format e-book, anda tak butuh lagi tas besar untuk membawa beberapa buku atau rak buku berderet-deret untuk menyimpan koleksi buku anda. Anda hanya butuh e-book readers untuk membawa atau menyimpan buku-buku anda.
           5)      E-book Lebih Murah
Ebook tidak perlu proses pencetakan hingga penerbitan yang memakan banyak biaya, sehingga e-book bisa menjadi lebih murah daripada buku cetak. Selain itu ada beberapa e-book yang kami memberikan secara gratis.
           6)      E-book Lebih Portable
Asalkan ada hardware yang kompatibel untuk mengoperasikan ebook yang berekstensi .pdf dan .exe ini, mau dimanapun dan kapanpun juga kita akan tetap bisa menikmati bacaan di dalam e-book dengan nyaman.